SAMPANG — pada tahun ajaran baru, Kepala SMAN 4 Sampang, Fadlun, justru menghadirkan solusi inovatif dengan meluncurkan Program 5 Pilar. Program ini menjadi strategi sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan menyesuaikan kebutuhan siswa dan potensi lokal di daerah pinggiran.
Program 5 Pilar adalah terobosan pendidikan yang dikembangkan oleh SMAN 4 Sampang, yang meliputi: Tafidz dan Keagamaan, Akademik dan Karakter, Kelas Khusus Olahraga, Kewirausahaan dan Kemandirian, serta Vokasional Global. Program ini bertujuan membentuk lulusan yang unggul secara spiritual, akademik, keterampilan, dan mampu bersaing di tingkat internasional.
Program ini digagas oleh Fadlun, Kepala SMAN 4 Sampang, yang berkomitmen membawa perubahan di tengah keterbatasan. Melalui pendekatan kreatif, Fadlun ingin membuktikan bahwa sekolah kecil pun mampu melahirkan prestasi besar.
Program ini mulai dijalankan sejak awal tahun ajaran baru, meskipun Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) belum menambah jumlah siswa secara signifikan.
Program ini diterapkan di SMAN 4 Sampang, sebuah sekolah menengah atas negeri yang terletak di wilayah pinggiran Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.
Melalui pendekatan ini, SMAN 4 Sampang ingin menghadirkan pendidikan yang kontekstual dan bermakna, berbasis pada potensi lokal seperti budaya religius Madura, seni bela diri tradisional, serta potensi kuliner laut khas daerah. Lebih dari itu, sekolah ingin membuka akses global bagi para lulusannya.
Tafidz dan Keagamaan: menanamkan nilai spiritual dan membuka peluang prestasi melalui hafalan Al-Qur’an.
Akademik dan Karakter: guru wali berperan aktif dalam membentuk karakter dan mendampingi siswa secara akademik.
Kelas Khusus Olahraga: menjadikan SMAN 4 sebagai sekolah olahraga resmi yang difasilitasi KONI Sampang, mengangkat budaya lokal seperti pencak silat.
Kewirausahaan dan Kemandirian: siswa dilatih keterampilan bisnis kuliner seafood khas Madura seperti cumi-cumi songkem dalam kemasan modern.
Vokasional Global: membuka akses kerja dan kuliah di luar negeri, khususnya Jerman, melalui kerja sama dengan lembaga vokasi internasional.
“Kami tidak ingin mereka hanya jadi buruh migran, tapi bisa kuliah dan bekerja secara profesional di luar negeri,” ungkap Fadlun.
Fadlun tetap optimis.“Kami tidak berkecil hati. Inilah kesempatan emas untuk membuktikan bahwa dari sekolah kecil bisa lahir prestasi besar,” pungkasnya.
Sahi