Iklan

 


 


Camat Cipatujah dan Krisis Keterbukaan, Cermin Buram Pejabat Publik

Rabu, 08 Oktober 2025, Oktober 08, 2025 WIB Last Updated 2025-10-08T23:00:58Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

 


deFakto - Baru sepekan menjabat, Camat Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, sudah menorehkan catatan tersendiri, bukan karena kinerja, melainkan karena sikap yang dinilai kurang bersahabat terhadap orang lain.


Beberapa wartawan mencoba melakukan konfirmasi melalui telepon dan pesan WhatsApp, termasuk Ikin Roki'in, SE., MM, wartawan senior sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Pemimpin Redaksi Independen Indonesia (PPRI Indonesia). Namun upaya komunikasi itu tidak mendapat tanggapan, bahkan sekadar sapaan singkat pun tak berbalas.


Sikap tersebut sontak memantik perhatian publik, terutama kalangan media. Bukan semata-mata karena etika komunikasi yang terabaikan, tetapi karena hal itu mencerminkan lemahnya kesadaran seorang oknum pejabat publik terhadap prinsip keterbukaan informasi yang merupakan fondasi pemerintahan modern dan akuntabel.


“Baru satu minggu menjabat saja sudah menunjukkan sikap tertutup terhadap wartawan. Bagaimana nanti dia bisa memberi contoh kepada para kepala desa di wilayahnya?” ujar Ikin Roki'in dengan nada kecewa.


Antara Jabatan dan Kesadaran Etis

Seorang camat bukan sekadar pejabat administratif yang mengurusi urusan teknis pemerintahan di tingkat kecamatan. Ia adalah kepala wilayah, yang memegang tanggung jawab sosial dan moral untuk membina komunikasi publik secara terbuka dan konstruktif.


Sikap tidak responsif terhadap pers tidak hanya melanggar norma etika pemerintahan, tetapi juga berpotensi melanggar hak publik atas informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Kedua peraturan itu menegaskan bahwa pejabat publik berkewajiban menyediakan informasi yang relevan dan dapat diakses oleh masyarakat melalui media massa. Wartawan, dalam konteks itu, bukan ancaman, melainkan jembatan antara pemerintah dan rakyat.


Refleksi atas Sikap Tertutup

Tindakan Camat Cipatujah yang memilih diam dan menghindar dari komunikasi justru memperkuat kesan bahwa sebagian pejabat masih belum memahami esensi pelayanan publik.


Keterbukaan informasi bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Tanggapan terhadap surat kabar, apa pun gambarannya, mencerminkan kesadaran terhadap prinsip transparansi dan tanggung jawab jabatan.


Lebih jauh lagi, sikap seperti ini dapat menciptakan jarak antara pemerintah kecamatan dan masyarakatnya. Jika komunikasi dasar saja tidak berjalan, bagaimana mungkin sinergi dan koordinasi pemerintahan dapat terbangun dengan baik?


“Seharusnya camat menjadi contoh keterbukaan, bukan simbol keengganan terhadap pengawasan publik,” tambah Ikin.


Perspektif Hukum dan Etika

Dalam konteks hukum, wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi. Upaya menghambat tugas jurnalistik dapat dibatasi sebagai bentuk penghalang terhadap kebebasan pers.


Sementara dalam perspektif etika pemerintahan, pejabat publik wajib menjaga hubungan baik dengan media sebagai bagian dari akuntabilitas dan transparansi.

Keterbukaan bukan hanya demi citra, melainkan bagian dari tanggung jawab moral terhadap masyarakat yang dilayani.


Camat yang menutup diri dari wartawan sama saja menutup diri dari rakyat. Sebab memastikan media adalah instrumen kontrol sosial yang membantu menjaga pemerintahan sesuai koridor hukum dan kepentingan publik.


Langkah yang Seharusnya Ditempuh

Idealnya, Camat Cipatujah membuka ruang komunikasi dengan media secara proporsional. Ia dapat menunjuk pejabat penghubung atau staf humas untuk menjawab kebutuhan informasi wartawan.

Selain itu, pemerintah kecamatan seharusnya menyediakan saluran resmi, baik dalam bentuk website maupun forum publik, agar setiap kegiatan pemerintah dapat mengakses masyarakat dengan informasi yang mudah.


Langkah sederhana seperti membalas konfirmasi pesan dari wartawan pun merupakan bentuk penghormatan terhadap hak publik untuk mengetahui.

Keterbukaan bukan ancaman, melainkan investasi kepercayaan.


Penutup: Ujian Integritas Pejabat Baru

Sampai berita ini diterbitkan, tidak ada komunikasi yang berhasil dilakukan antara wartawan dan Camat Cipatujah.

Sikap pejabat publik terhadap media bukan sekadar persoalan etika, tetapi menjadi indikator rendahnya kesadaran terhadap tanggung jawab publik yang diemban.


Seperti disampaikan Ikin Roki'in, jika ke depan ditemukan dugaan pelanggaran atau indikasi penyimpangan di wilayah Cipatujah, maka langkah konfirmasi tidak perlu dipaksakan.

Wartawan cukup menyerahkan temuannya dengan bukti lengkap kepada aparat penegak hukum, karena transparansi tidak mungkin dibangun diatas sikap yang tertutup.


Camat Cipatujah mungkin masih baru. Namun publik berharap, jabatan yang baru tidak dijalankan dengan mental lama.

Sebab dalam pemerintahan yang terbuka, pejabat tidak diukur dari seberapa tinggi jabatannya, tetapi dari seberapa rendah hatinya untuk mendengar dan berbicara. (Ppri/Merah)

Komentar

Tampilkan

Terkini