Tangerang – Polemik muncul terkait mekanisme belanja barang dan jasa di RSUD Kota Tangerang setelah pernyataan resmi dari Kepala Humas RSUD Kota Tangerang, drg. Fika S. Khayan, yang menyebutkan bahwa penyaluran belanja tersebut hanya melibatkan media tertentu yang tergabung dalam sebuah forum.
Berdasarkan dokumen faktur pajak yang diperoleh redaksi, terdapat pembayaran senilai Rp 2.702.703 kepada sebuah perusahaan media online. Namun, dalam faktur tersebut tidak dijelaskan secara rinci jenis barang yang dimaksud.
Seorang pemilik media yang enggan disebutkan namanya menyampaikan melalui sambungan telepon WhatsApp (21/8/2025) bahwa pembayaran tersebut sesungguhnya terkait iklan yang tayang di media lain. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesesuaian isi faktur dengan realisasi kegiatan.
Kepala Humas RSUD Kota Tangerang, drg. Fika, saat dikonfirmasi (22/8/2025) membenarkan adanya faktur tersebut dan menyebutkan bahwa pembayaran sudah dilakukan. Namun, ketika diminta menunjukkan bukti barang atau jasa yang dibayarkan, ia enggan memberikan keterangan lebih lanjut.
Direktur Media dan Index Politica, Junaidi Rusli, menilai hal ini berpotensi menimbulkan dugaan praktik belanja fiktif. Ia juga menyinggung regulasi yang melarang praktik monopoli dan persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa.
“Kalau belanja iklan atau barang hanya diberikan pada forum tertentu, itu berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha sehat,” ujarnya (23/8/2025).
Ia menambahkan, dugaan adanya media yang tidak memiliki kantor resmi namun menerima pembayaran iklan dari RSUD juga memunculkan pertanyaan publik. Menurutnya, keberadaan kantor fisik merupakan salah satu indikator legalitas perusahaan media.
Lebih jauh, Junaidi menyebut bahwa persoalan ini layak mendapat perhatian lembaga audit negara maupun aparat penegak hukum agar proses belanja barang dan jasa di RSUD berjalan transparan.
Sementara itu, pernyataan resmi drg. Fika mengenai faktur pajak tercatat bertolak belakang dengan dokumen yang diterima redaksi. Dalam faktur tertulis “belanja barang”, bukan jasa iklan.
Menanggapi hal tersebut, drg. Fika mengatakan ke depan perlu ada perbaikan dalam proses verifikasi belanja iklan maupun barang agar lebih transparan dan sesuai ketentuan.
Dilansir Klik berita.net