Jakarta – Pertunjukan kelima Wayang Kautaman bertajuk “Sayap Jatayu: Seblak Tanjak dan Rond De Jambe” sukses memukau ratusan penonton di Teater Kautaman, Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta Timur, Minggu (16/11/25).
Karya ini memadukan Wayang Orang klasik dengan balet modern, menghadirkan pengalaman visual yang megah sekaligus emosional.
Nanang Hape: Tradisi Wajib Hidup dan Tidak Boleh Menyerah pada Tren
Sutradara Nanang Hape menegaskan bahwa Sayap Jatayu bukan sekadar pertunjukan, melainkan proses panjang menjaga tradisi agar tetap relevan.
“Saya tidak mencari letupan-letupan heboh. Kalau ikut arus pop, cepat hilang. Tradisi tetap jadi akar, meski kemasannya boleh bersinggungan dengan hal populer,” ujarnya.
Menurut Nanang, tradisi bersifat adaptif. Penggabungan Wayang Orang dan balet dilakukan untuk menjembatani generasi Millennial, Gen Z hingga Alpha, tanpa membuat akar tradisi tercabut.
“Penemuan justru lahir di proses. Totalitas para pelaku membuat gagasan itu hidup,” katanya.
Nanang juga menyampaikan keinginannya untuk membawa Sayap Jatayu berkeliling ke berbagai daerah.
“Keinginan saya sederhana: roadshow. Keliling tempat dan buka ruang diskusi. Kalau ada dukungan, kami senang,” ucapnya.
Meski masih ditemukan kekurangan teknis, ia menilai banyak pertolongan muncul secara tidak terduga. Evaluasi dilakukan untuk peningkatan, bukan mencari kesalahan individu.
Testimoni Penonton: ‘Ini Penyembuhan Jiwa’
Salah satu penonton, Clara Tania, mengaku terkesima sejak babak pertama dimulai. Ia menilai kualitas gerakan, musik, dan penyajian panggung tampak seperti hasil latihan bertahun-tahun.
“First impression saya: amazed. Perpaduan dua kultur jadi harmoni yang indah. Musiknya manis, gerakannya mengalir, suasananya bikin terbawa,” katanya.
Clara bahkan merasakan efek pelepasan stres. “Saya datang tegang. Tapi ketika musik berdentum dan penarinya bergerak, rasanya plong.”
Ia juga menangkap pesan soal kepemimpinan dan kemenangan kebaikan atas kejahatan. Kekompakan para pemain dinilainya sebagai poin paling menonjol.
“Itu cuma mungkin terjadi kalau ada kerendahan hati untuk belajar dan mau menurunkan ego,” ujarnya.
Clara menyebut Sayap Jatayu layak menjadi tolok ukur perkembangan seni pertunjukan Indonesia yang semakin kreatif, relevan, dan dekat dengan generasi muda.




