Bogor, 12 Juli 2025 – Praktik rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menjadi sorotan publik. Kebijakan ini menimbulkan perdebatan mengenai etika tata kelola, efektivitas pengawasan, dan potensi konflik kepentingan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan manajemen perusahaan negara.
Kefas Hervin Devananda, seorang aktivis dan jurnalis senior yang juga menjabat Ketua Departemen Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) Setya Kita Pancasila, menyampaikan pandangannya terkait isu tersebut. Ia menilai bahwa rangkap jabatan di level kementerian dan BUMN perlu dikaji secara serius agar selaras dengan prinsip good governance.
> “Ini bukan semata soal jabatan atau gaji tambahan, melainkan menyangkut prinsip dasar dalam tata kelola pemerintahan dan perusahaan milik negara,” kata Kefas saat ditemui di Bogor.
Menurutnya, jabatan ganda berpotensi menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, terutama terhadap BUMN yang seharusnya dikelola secara profesional dan independen.
> “Kalau pengawasan menjadi kurang objektif karena adanya kepentingan rangkap, maka bisa memengaruhi efektivitas dan kredibilitas kelembagaan baik di kementerian maupun di BUMN itu sendiri,” tambahnya.
Kefas juga menyinggung aspek regulasi yang menurutnya masih memunculkan ruang interpretasi. Ia merujuk pada beberapa dasar hukum seperti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019, Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, serta UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang dinilainya belum memberikan batasan yang eksplisit terkait larangan rangkap jabatan tertentu.
> “Kekosongan atau multitafsir dalam norma hukum bisa membuka ruang bagi penempatan jabatan rangkap, yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan,” ujarnya.
Meski begitu, ia juga menyadari bahwa interpretasi dan pelaksanaan regulasi merupakan kewenangan instansi terkait, dan penyikapan terhadap rangkap jabatan harus berbasis pada kajian hukum yang komprehensif dan tidak semata-mata politis.
Lebih lanjut, Kefas menyoroti potensi dampak jangka panjang terhadap BUMN jika praktik semacam ini terus dibiarkan. Ia menilai bahwa rangkap jabatan dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan, independensi manajemen, serta menurunkan kepercayaan publik terhadap profesionalisme BUMN.
> “Kita ingin BUMN dikelola oleh orang-orang yang murni bekerja untuk kepentingan publik, bukan menjadi bagian dari struktur kekuasaan yang terlalu terpusat,” tutupnya.
Isu ini masih menjadi perhatian masyarakat sipil, akademisi, dan pemerhati kebijakan publik. Sejumlah pihak berharap adanya evaluasi dan kejelasan regulasi agar kebijakan mengenai jabatan publik dan pengelolaan BUMN tetap berada dalam koridor transparansi dan akuntabilitas
Catatan Redaksi
Artikel ini disusun berdasarkan opini dan pendapat narasumber sebagai bagian dari wacana publik. Setiap pihak yang disebutkan berhak memberikan klarifikasi dan tanggapan sesuai dengan prinsip keberimbangan informasi.
Tim