Iklan

 


 


GASI Nilai Informasi Soal Ultimum Remidium Belum Jelas, Minta KPBC Madura Tegas dan Terbuka

Senin, 29 September 2025, September 29, 2025 WIB Last Updated 2025-09-30T03:10:04Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

 


Sampang, Polemik penyegelan pabrik rokok di Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, masih menjadi perhatian publik. Gabungan Aktivis Sosial Indonesia (GASI) menyampaikan bahwa mereka berharap Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Madura memberikan penjelasan lebih terbuka, khususnya mengenai kemungkinan penerapan Ultimum Remidium (UR) terhadap pabrik rokok yang disegel beberapa waktu lalu.




Audiensi antara GASI dan KPBC Madura digelar pada Selasa (23/9/2025) sekitar pukul 16.00 WIB. Dalam pertemuan tersebut, GASI meminta kejelasan mengenai status UR, namun penjelasan yang diterima mereka dinilai belum memadai.




“Pihak KPBC Madura saling mengarahkan. Saat kami minta kejelasan, mereka menyebut hal itu masih dalam proses penyidikan. Andrew selaku Humas KPBC Madura juga menyampaikan bahwa ia khawatir salah bicara tanpa data lengkap,” ujar Achmad, Ketua GASI, usai audiensi.




Informasi lapangan menyebut pabrik yang disegel adalah PR Daun Mulia di Desa Tambaan, Camplong, milik pengusaha Suhartono. Bea Cukai menyegel dua unit mesin produksi rokok karena perusahaan belum mengantongi izin produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM).




Saat ini, perusahaan hanya memiliki izin produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT). Dengan demikian, mesin SKM yang disegel tidak dapat dioperasikan sampai izin resmi diterbitkan pemerintah, sehingga operasional pabrik belum dapat berjalan sebelum proses perizinan selesai.




Publik juga masih menunggu kejelasan terkait status hukum kasus ini, khususnya soal UR. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, Ultimum Remidium adalah langkah pidana yang ditempuh jika sanksi administratif dianggap tidak cukup. UR diterapkan dalam kasus pelanggaran berat atau berulang, misalnya produksi rokok tanpa pita cukai atau tanpa izin resmi.




Ketentuan sanksi UR meliputi:




Pidana penjara 1–5 tahun, dan/atau




Denda sebesar 2–10 kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.






Perhitungan nilai UR mencakup:




1. Jumlah rokok yang diproduksi atau disita tanpa izin.






2. Perkalian dengan tarif cukai per batang sesuai ketentuan pemerintah.






3. Dari nilai cukai terutang tersebut, denda UR dihitung minimal 2 kali dan maksimal 10 kali lipat.








Sebagai contoh, jika ditemukan 1 juta batang rokok tanpa pita dengan tarif Rp800 per batang, nilai cukai terutang mencapai Rp800 juta. Maka denda UR dapat berkisar antara Rp1,6 miliar hingga Rp8 miliar.




Dalam audiensi tersebut, KPBC Madura belum menjelaskan secara rinci apakah UR sudah diterapkan atau berapa nilai yang mungkin dikenakan terhadap PR Daun Mulia.




“Kami menilai informasi masih perlu diperjelas. Kalau memang sudah ada penerapan UR, sebaiknya disebutkan secara terbuka. Kalau belum, juga perlu dijelaskan agar tidak menimbulkan penafsiran lain,” kata Achmad.




Ia menambahkan, masyarakat berhak mengetahui perkembangan penanganan kasus, termasuk potensi kerugian negara yang mungkin timbul jika ada produksi tanpa izin.




GASI juga menyampaikan rencana untuk menyampaikan persoalan ini ke tingkat pusat. “Kami akan membawa hal ini ke Senayan dalam waktu dekat agar DPR dan Menteri Keuangan dapat ikut mengawasi serta memastikan penanganannya berjalan sesuai ketentuan,” tutup Achmad.




BBG

Komentar

Tampilkan

Terkini